Pemanasan Global Warning
Pemanasan global (Engglis : global warming) adalah suatu
proses meningkatnya suhu rata-rata atmosfir, laut dan daratan Bumi (meningkat
0.74 ± 0.18 °C (1.33 ± 0.32 °F) selama seratus tahun terakhir sebagai akibat meningkatnya jumlah emisi Gas
Rumah Kaca di atmosfer. Sedangkan IPCC (2001) menyatakan bahwa climate change refers
to a statistically significant variation in either the mean state of the
climate or in its variability, persisting for an extended period (typically
decades or longer). Selain itu diperjelas juga bahwa climate change may be due
to natural internal processes or external forcings , or to persistent
anthropogenic changes in the composition of the atmosphere or in land use.
Kementerian Lingkungan Hidup (2001:1) mendefinisikan
perubahan iklim adalah berubahnya kondisi fisik atmosfer bumi antara lain suhu
dan distribusi curah hujan yang membawa dampak luas terhadap berbagai sektor
kehidupan manusia. Perubahan fisik ini tidak terjadi hanya sesaat tetapi dalam
kurun waktu yang panjang.
LAPAN (2002;1) mendefinisikan perubahan iklim adalah
perubahan rata-rata salah satu atau lebih elemen cuaca pada suatu daerah
tertentu. Sedangkan istilah perubahan iklim skala global adalah perubahan iklim
dengan acuan wilayah Bumi secara keseluruhan.
Definisi yang umumnya diterima adalah berdasarkan pasal 1
Konvensi PBB mengenai Perubahan Iklim yang menyatakan :
“Climate change means a change of climate which is
attributed directly or inderictly to human activities that alters the
composition of the global atmosphere and which is in addition to natural
climate variability observed over comparable time periods.”
Atau diterjemahkan :
“Perubahan iklim ialah berubahnya iklim yang diakibatkan
langsung atau tidak langsung oleh aktivitas manusia yang menyebabkan perubahan
komposisi atmosfer secara global dan selain itu juga berupa perubahan
variabilitas iklim alamiah yang teramati pada kurun waktu yang dapat
dibandingkan.”
Segala sumber energi yang terdapat di Bumi berasal dari Matahari.
Sebagian besar energi tersebut berbentuk radiasi gelombang pendek, termasuk cahaya
tampak. Ketika energi ini tiba permukaan Bumi, ia berubah dari cahaya menjadi
panas yang menghangatkan Bumi. Permukaan Bumi, akan menyerap sebagian panas dan
memantulkan kembali sisanya. Sebagian dari panas ini berwujud radiasi infra
merah gelombang panjang ke angkasa luar.
Namun sebagian panas tetap
terperangkap di atmosfer bumi akibat menumpuknya jumlah gas rumah kaca antara
lain uap air, karbon dioksida, sulfur dioksida dan metana yang menjadi
perangkap gelombang radiasi ini. Gas-gas ini menyerap dan memantulkan kembali
radiasi gelombang yang dipancarkan Bumi dan akibatnya panas tersebut akan
tersimpan di permukaan Bumi. Keadaan ini terjadi terus menerus sehingga
mengakibatkan suhu rata-rata tahunan bumi terus meningkat.
Gas-gas tersebut berfungsi sebagaimana gas dalam rumah kaca.
Dengan semakin meningkatnya konsentrasi gas-gas ini di atmosfer, semakin banyak
panas yang terperangkap di bawahnya.
Efek rumah kaca ini sangat dibutuhkan oleh segala makhluk
hidup yang ada di bumi, karena tanpanya, planet ini akan menjadi sangat dingin.
Dengan suhu rata-rata sebesar 15 °C (59 °F), bumi sebenarnya telah
lebih panas 33 °C (59 °F) dari suhunya semula, jika tidak ada efek
rumah kaca suhu bumi hanya -18 °C sehingga es akan menutupi seluruh
permukaan Bumi. Akan tetapi sebaliknya, apabila gas-gas tersebut telah
berlebihan di atmosfer, akan mengakibatkan pemanasan global.
Efek umpan balik
Analisa penyebab pemanasan global juga dipengaruhi oleh
berbagai proses umpan balik yang dihasilkannya. Sebagai contoh adalah pada
penguapan air. Pada kasus pemanasan akibat bertambahnya gas-gas rumah kaca
seperti CO2, pemanasan pada awalnya akan menyebabkan lebih banyaknya air yang menguap
ke atmosfer. Karena uap air sendiri merupakan gas rumah kaca, pemanasan akan
terus berlanjut dan menambah jumlah uap air di udara sampai tercapainya suatu
kesetimbangan konsentrasi uap air. Efek rumah kaca yang dihasilkannya lebih
besar bila dibandingkan oleh akibat gas CO2 sendiri. (Walaupun umpan balik ini
meningkatkan kandungan air absolut di udara, kelembapan relatif udara hampir
konstan atau bahkan agak menurun karena udara menjadi menghangat). Umpan balik
ini hanya berdampak secara perlahan-lahan karena CO2 memiliki usia yang panjang
di atmosfer.
Efek umpan balik karena pengaruh awan sedang menjadi objek
penelitian saat ini. Bila dilihat dari bawah, awan akan memantulkan kembali
radiasi infra merah ke permukaan, sehingga akan meningkatkan efek pemanasan.
Sebaliknya bila dilihat dari atas, awan tersebut akan memantulkan sinar Matahari dan radiasi
infra merah ke angkasa, sehingga meningkatkan efek pendinginan. Apakah efek
netto-nya menghasilkan pemanasan atau pendinginan tergantung pada beberapa detail-detail
tertentu seperti tipe dan ketinggian awan tersebut. Detail-detail ini sulit
direpresentasikan dalam model iklim, antara lain karena awan sangat kecil bila
dibandingkan dengan jarak antara batas-batas komputasional dalam model iklim
(sekitar 125 hingga 500 km untuk model yang digunakan dalam Laporan
Pandangan IPCC ke Empat). Walaupun demikian, umpan balik awan berada pada
peringkat dua bila dibandingkan dengan umpan balik uap air dan dianggap positif
(menambah pemanasan) dalam semua model yang digunakan dalam Laporan Pandangan
IPCC ke Empat.
Umpan balik penting lainnya adalah hilangnya kemampuan
memantulkan cahaya (albedo) oleh es. Ketika suhu global meningkat, es yang
berada di dekat kutub mencair dengan kecepatan yang terus meningkat.
Bersamaan
dengan melelehnya es tersebut, daratan atau air di bawahnya akan terbuka. Baik
daratan maupun air memiliki kemampuan memantulkan cahaya lebih sedikit bila
dibandingkan dengan es dan akibatnya
akan menyerap lebih banyak radiasi Matahari. Hal ini akan menambah pemanasan
dan menimbulkan lebih banyak lagi es yang
mencair, menjadi suatu siklus yang berkelanjutan.
Umpan balik positif akibat terlepasnya CO2 dan CH4 dari
melunaknya tanah beku (permafrost) adalah mekanisme lainnya yang berkontribusi
terhadap pemanasan. Selain itu, es yang meleleh juga akan melepas CH4 yang juga
menimbulkan umpan balik positif.
Kemampuan lautan untuk menyerap karbon juga akan berkurang
bila ia menghangat, hal ini diakibatkan oleh menurunya tingkat nutrien pada
zona mesopelagic sehingga membatasi pertumbuhan diatom daripada fitoplankton
yang merupakan penyerap karbon yang rendah.
Variasi Matahari
Terdapat hipotesa yang menyatakan bahwa variasi dari
Matahari, dengan kemungkinan diperkuat oleh umpan balik dari awan, dapat
memberi kontribusi dalam pemanasan saat ini. Perbedaan antara mekanisme ini dengan
pemanasan akibat efek rumah kaca adalah meningkatnya aktivitas Matahari akan
memanaskan stratosfer sebaliknya efek rumah kaca akan mendinginkan stratosfer.
Pendinginan stratosfer bagian bawah paling tidak telah diamati sejak tahun
1960, yang tidak akan terjadi bila
aktivitas Matahari menjadi kontributor utama pemanasan saat ini. (Penipisan lapisan
ozon juga dapat memberikan efek pendinginan
tersebut tetapi penipisan tersebut terjadi mulai akhir tahun 1970-an.) Fenomena
variasi Matahari dikombinasikan dengan aktivitas gunung berapi mungkin telah
memberikan efek pemanasan dari masa pra-industri hingga tahun 1950, serta efek
pendinginan sejak tahun 1950.
Ada beberapa hasil penelitian yang menyatakan bahwa
kontribusi Matahari mungkin telah diabaikan dalam pemanasan global. Dua ilmuwan
dari Duke University memperkirakan bahwa Matahari mungkin telah berkontribusi
terhadap 45-50% peningkatan suhu rata-rata global selama periode 1900-2000, dan
sekitar 25-35% antara tahun 1980 dan 2000. Stott dan rekannya mengemukakan bahwa model
iklim yang dijadikan pedoman saat ini membuat perkiraan berlebihan terhadap
efek gas-gas rumah kaca dibandingkan dengan pengaruh Matahari; mereka juga
mengemukakan bahwa efek pendinginan dari debu vulkanik dan aerosol sulfat juga
telah dipandang remeh. Walaupun demikian, mereka menyimpulkan bahwa bahkan
dengan meningkatkan sensitivitas iklim terhadap pengaruh Matahari sekalipun,
sebagian besar pemanasan yang terjadi pada dekade-dekade terakhir ini
disebabkan oleh gas-gas rumah kaca.
Pada tahun 2006, sebuah tim ilmuwan dari Amerika Serikat, Jerman
dan Swiss menyatakan bahwa mereka tidak menemukan adanya peningkatan tingkat
"keterangan" dari Matahari pada seribu tahun terakhir ini. Siklus
Matahari hanya memberi peningkatan kecil sekitar 0,07% dalam tingkat
"keterangannya" selama 30 tahun terakhir. Efek ini terlalu kecil
untuk berkontribusi terhadap pemansan global. Sebuah penelitian oleh Lockwood
dan Fröhlich menemukan bahwa tidak ada hubungan antara pemanasan global dengan
variasi Matahari sejak tahun 1985, baik melalui variasi dari output Matahari
maupun variasi dalam sinar kosmis.
Mengukur pemanasan global
Pada awal 1896, para
ilmuwan beranggapan bahwa membakar bahan bakar fosil akan mengubah komposisi
atmosfer dan dapat meningkatkan suhu rata-rata global. Hipotesis ini
dikonfirmasi tahun 1957 ketika para peneliti yang bekerja pada program
penelitian global yaitu International Geophysical Year, mengambil sampel
atmosfer dari puncak gunung Mauna Loa di Hawai.
Hasil pengukurannya menunjukkan terjadi peningkatan
konsentrasi karbon dioksida di atmosfer. Setelah itu, komposisi dari atmosfer
terus diukur dengan cermat. Data-data yang dikumpulkan menunjukkan bahwa memang
terjadi peningkatan konsentrasi dari gas-gas rumah kaca di atmosfer.
Para ilmuwan juga telah lama menduga bahwa iklim global
semakin menghangat, tetapi mereka tidak mampu memberikan bukti-bukti yang
tepat. Suhu terus bervariasi dari waktu ke waktu dan dari lokasi yang satu ke
lokasi lainnya. Perlu bertahun-tahun pengamatan iklim untuk memperoleh
data-data yang menunjukkan suatu kecenderungan (trend) yang jelas. Catatan pada
akhir 1980-an agak memperlihatkan kecenderungan penghangatan ini, akan tetapi
data statistik ini hanya sedikit dan tidak dapat dipercaya.
Stasiun cuaca pada awalnya, terletak dekat dengan daerah
perkotaan sehingga pengukuran suhu akan dipengaruhi oleh panas yang dipancarkan
oleh bangunan dan kendaraan dan juga panas yang disimpan oleh material bangunan
dan jalan. Sejak 1957, data-data diperoleh dari stasiun cuaca yang terpercaya
(terletak jauh dari perkotaan), serta dari satelit. Data-data ini memberikan
pengukuran yang lebih akurat, terutama pada 70 persen permukaan planet yang
tertutup lautan. Data-data yang lebih akurat ini menunjukkan bahwa
kecenderungan menghangatnya permukaan Bumi benar-benar terjadi. Jika dilihat pada akhir abad ke-20, tercatat bahwa sepuluh tahun terhangat selama
seratus tahun terakhir terjadi setelah tahun 1980 dan tiga tahun terpanas terjadi setelah tahun
1990, dengan 1998 menjadi yang paling panas.
Dalam laporan yang dikeluarkannya tahun 2001, Intergovernmental
Panel on Climate Change (IPCC) menyimpulkan bahwa suhu udara global telah
meningkat 0,6 derajat Celsius (1 derajat Fahrenheit) sejak 1861. Panel setuju
bahwa pemanasan tersebut terutama disebabkan oleh aktivitas manusia yang
menambah gas-gas rumah kaca ke atmosfer. IPCC memprediksi peningkatan suhu
rata-rata global akan meningkat 1.1 hingga 6.4 °C (2.0 hingga
11.5 °F) antara tahun 1990 dan 2100.
IPCC panel juga memperingatkan, bahwa meskipun konsentrasi
gas di atmosfer tidak bertambah lagi sejak tahun 2100, iklim tetap terus
menghangat selama periode tertentu akibat emisi yang telah dilepaskan
sebelumnya. karbon dioksida akan tetap berada di atmosfer selama seratus tahun
atau lebih sebelum alam mampu menyerapnya kembali.
Jika emisi gas rumah kaca terus meningkat, para ahli
memprediksi, konsentrasi karbondioksioda di atmosfer dapat meningkat hingga
tiga kali lipat pada awal abad ke-22 bila dibandingkan masa sebelum era
industri. Akibatnya, akan terjadi perubahan iklim secara dramatis. Walaupun
sebenarnya peristiwa perubahan iklim ini telah terjadi beberapa kali sepanjang
sejarah Bumi, manusia akan menghadapi masalah ini dengan risiko populasi yang
sangat besar.
Model iklim
Perhitungan pemanasan global pada tahun 2001 dari beberapa model
iklim berdasarkan scenario SRES A2, yang mengasumsikan tidak ada tindakan yang
dilakukan untuk mengurangi emisi.
Para ilmuwan telah mempelajari pemanasan global berdasarkan
model-model computer berdasarkan prinsip-prinsip dasar dinamikan fluida,
transfer radiasi, dan proses-proses lainya, dengan beberapa penyederhanaan
disebabkan keterbatasan kemampuan komputer. Model-model ini memprediksikan
bahwa penambahan gas-gas rumah kaca berefek pada iklim yang lebih hangat.
Walaupun digunakan asumsi-asumsi yang sama terhadap konsentrasi gas rumah kaca
pada masa depan, sensitivitas iklimnya masih akan berada pada suatu rentang
tertentu.
Dengan memasukkan unsur-unsur ketidakpastian terhadap
konsentrasi gas rumah kaca dan pemodelan iklim, IPCC memperkirakan pemanasan
sekitar 1.1 °C hingga 6.4 °C (2.0 °F hingga 11.5 °F) antara
tahun 1990 dan 2100.Mo del-model iklim juga digunakan untuk menyelidiki
penyebab-penyebab perubahan iklim yang terjadi saat ini dengan membandingkan
perubahan yang teramati dengan hasil prediksi model terhadap berbagai penyebab,
baik alami maupun aktivitas manusia.
Model iklim saat ini menghasilkan kemiripan yang cukup baik
dengan perubahan suhu global hasil pengamatan selama seratus tahun terakhir,
tetapi tidak mensimulasi semua aspek dari iklim. Model-model ini tidak secara
pasti menyatakan bahwa pemanasan yang terjadi antara tahun 1910 hingga 1945
disebabkan oleh proses alami atau aktivitas manusia; akan tetapi; mereka
menunjukkan bahwa pemanasan sejak tahun 1975 didominasi oleh emisi gas-gas yang
dihasilkan manusia.
Sebagian besar model-model iklim, ketika menghitung iklim
pada masa depan, dilakukan berdasarkan skenario-skenario gas rumah kaca,
biasanya dari Laporan Khusus terhadap Skenario Emisi (Special Report on
Emissions Scenarios/ SRES) IPCC. Yang jarang dilakukan, model menghitung dengan
menambahkan simulasi terhadap siklus karbon yang biasanya menghasilkan umpan balik yang
positif, walaupun responnya masih belum pasti (untuk skenario A2 SRES, respon
bervariasi antara penambahan 20 dan 200 ppm CO2). Beberapa studi-studi
juga menunjukkan beberapa umpan balik positif.
Pengaruh awan juga merupakan salah satu sumber yang
menimbulkan ketidakpastian terhadap model-model yang dihasilkan saat ini,
walaupun sekarang telah ada kemajuan dalam menyelesaikan masalah ini. Saat ini
juga terjadi diskusi-diskusi yang masih berlanjut mengenai apakah model-model
iklim mengesampingkan efek-efek umpan balik dan tak langsung dari variasi
Matahari.
Dampak pemanasan global
Para ilmuwan menggunakan model komputer dari suhu, pola
presipitasi, dan sirkulasi atmosfer untuk mempelajari pemanasan global.
Berdasarkan model tersebut, para ilmuwan telah membuat beberapa prakiraan
mengenai dampak pemanasan global terhadap cuaca, tinggi permukaan air laut, pantai,
pertanian, kehidupan hewan liar dan kesehatan manusia.
Iklim mulai tidak stabil
Para ilmuwan memperkirakan bahwa selama pemanasan global,
daerah bagian Utara dari belahan Bumi Utara (Northern Hemisphere) akan memanas
lebih dari daerah-daerah lain di Bumi. Akibatnya, gunung-gunung es akan mencair
dan daratan akan mengecil. Akan lebih sedikit es yang terapung di perairan
Utara tersebut. Daerah-daerah yang sebelumnya mengalami salju ringan, mungkin
tidak akan mengalaminya lagi. Pada pegunungan di daerah subtropis, bagian yang
ditutupi salju akan semakin sedikit serta akan lebih cepat mencair. Musim tanam
akan lebih panjang di beberapa area. Suhu pada musim dingin dan malam hari akan
cenderung untuk meningkat.
Daerah hangat akan menjadi lebih lembap karena lebih banyak
air yang menguap dari lautan. Para ilmuwan belum begitu yakin apakah kelembapan
tersebut malah akan meningkatkan atau menurunkan pemanasan yang lebih jauh
lagi. Hal ini disebabkan karena uap air merupakan gas rumah kaca, sehingga
keberadaannya akan meningkatkan efek insulasi pada atmosfer. Akan tetapi, uap
air yang lebih banyak juga akan membentuk awan yang lebih banyak, sehingga akan
memantulkan cahaya Matahari kembali ke angkasa luar, dimana hal ini akan
menurunkan proses pemanasan (lihat siklus air). Kelembapan yang tinggi akan
meningkatkan curah hujan, secara rata-rata, sekitar 1 persen untuk setiap
derajat Fahrenheit pemanasan.
(Curah hujan di seluruh dunia telah meningkat
sebesar 1 persen dalam seratus tahun terakhir ini). Badai akan menjadi lebih
sering. Selain itu, air akan lebih cepat menguap dari tanah. Akibatnya beberapa
daerah akan menjadi lebih kering dari sebelumnya. Angin akan bertiup lebih
kencang dan mungkin dengan pola yang berbeda. Topan badai (hurricane) yang
memperoleh kekuatannya dari penguapan air, akan menjadi lebih besar. Berlawanan
dengan pemanasan yang terjadi, beberapa periode yang sangat dingin mungkin akan
terjadi. Pola cuaca menjadi tidak terprediksi dan lebih ekstrem.
Peningkatan permukaan laut
Perubahan tinggi rata-rata muka laut diukur dari daerah
dengan lingkungan yang stabil secara geologi. Ketika atmosfer menghangat,
lapisan permukaan lautan juga akan menghangat, sehingga volumenya akan membesar
dan menaikkan tinggi permukaan laut. Pemanasan juga akan mencairkan banyak es
di kutub, terutama sekitar Greenland, yang lebih memperbanyak volume air di
laut. Tinggi muka laut di seluruh dunia telah meningkat 10 – 25 cm (4 - 10
inchi) selama abad ke-20, dan para ilmuwan IPCC memprediksi peningkatan lebih
lanjut 9 – 88 cm (4 - 35 inchi) pada abad ke-21.
Perubahan tinggi muka laut akan sangat memengaruhi kehidupan
di daerah pantai. Kenaikan 100 cm (40 inchi) akan menenggelamkan 6 persen
daerah Belanda, 17,5 persen daerah Bangladesh, dan banyak pulau-pulau. Erosi
dari tebing, pantai, dan bukit pasir akan meningkat. Ketika tinggi lautan
mencapai muara sungai, banjir akibat air pasang akan meningkat di daratan.
Negara-negara kaya akan menghabiskan dana yang sangat besar untuk melindungi
daerah pantainya, sedangkan negara-negara miskin mungkin hanya dapat melakukan
evakuasi dari daerah pantai.
Bahkan sedikit kenaikan tinggi muka laut akan sangat
memengaruhi ekosistem pantai. Kenaikan 50 cm (20 inchi) akan
menenggelamkan separuh dari rawa-rawa pantai di Amerika Serikat. Rawa-rawa baru
juga akan terbentuk, tetapi tidak di area perkotaan dan daerah yang sudah
dibangun. Kenaikan muka laut ini akan menutupi sebagian besar dari Florida
Everglades.
Suhu global cenderung meningkat
Orang mungkin beranggapan bahwa Bumi yang hangat akan
menghasilkan lebih banyak makanan dari sebelumnya, tetapi hal ini sebenarnya
tidak sama di beberapa tempat. Bagian Selatan Kanada, sebagai contoh, mungkin
akan mendapat keuntungan dari lebih tingginya curah hujan dan lebih lamanya
masa tanam. Di lain pihak, lahan pertanian tropis semi kering di beberapa
bagian Afrika mungkin tidak dapat tumbuh. Daerah pertanian gurun yang
menggunakan air irigasi dari gunung-gunung yang jauh dapat menderita jika
snowpack (kumpulan salju) musim dingin, yang berfungsi sebagai reservoir alami,
akan mencair sebelum puncak bulan-bulan masa tanam. Tanaman pangan dan hutan
dapat mengalami serangan serangga dan penyakit yang lebih hebat.
Gangguan ekologis
Hewan dan tumbuhan menjadi makhluk hidup yang sulit
menghindar dari efek pemanasan ini karena sebagian besar lahan telah dikuasai
manusia. Dalam pemanasan global, hewan cenderung untuk bermigrasi ke arah kutub
atau ke atas pegunungan. Tumbuhan akan mengubah arah pertumbuhannya, mencari
daerah baru karena habitat lamanya menjadi terlalu hangat. Akan tetapi,
pembangunan manusia akan menghalangi perpindahan ini. Spesies-spesies yang
bermigrasi ke utara atau selatan yang terhalangi oleh kota-kota atau
lahan-lahan pertanian mungkin akan mati. Beberapa tipe spesies yang tidak mampu
secara cepat berpindah menuju kutub mungkin juga akan musnah.
Dampak sosial dan politik
Perubahan cuaca dan lautan dapat mengakibatkan munculnya
penyakit-penyakit yang berhubungan dengan panas (heat stroke) dan kematian.
Temperatur yang panas juga dapat menyebabkan gagal panen sehingga akan muncul
kelaparan dan malnutrisi. Perubahan cuaca yang ekstrem dan peningkatan
permukaan air laut akibat mencairnya es di kutub utara dapat menyebabkan
penyakit-penyakit yang berhubungan dengan bencana alam (banjir, badai dan
kebakaran) dan kematian akibat trauma. Timbulnya bencana alam biasanya disertai
dengan perpindahan penduduk ke tempat-tempat pengungsian dimana sering muncul
penyakit, seperti: diare, malnutrisi, defisiensi , trauma psikologis, penyakit
kulit, dan lain-lain.
Pergeseran ekosistem dapat memberi dampak pada penyebaran
penyakit melalui air (Waterborne diseases) maupun penyebaran penyakit melalui vektor
(vector-borne diseases). Seperti meningkatnya kejadian Demam Berdarah karena
munculnya ruang (ekosistem) baru untuk nyamuk ini berkembang biak. Dengan
adamya perubahan iklim ini maka ada beberapa spesies vektor penyakit (eq Aedes
aegypti), Virus, bakteri, plasmodium menjadi lebih resisten terhadap obat
tertentu yang target nya adalah organisme tersebut. Selain itu bisa diprediksi
kan bahwa ada beberapa spesies yang secara alamiah akan terseleksi ataupun
punah dikarenakan perbuhan ekosistem yang ekstreem ini. hal ini juga akan
berdampak perubahan iklim (Climate change)yang bisa berdampak kepada
peningkatan kasus penyakit tertentu seperti ISPA (kemarau panjang / kebakaran
hutan, DBD Kaitan dengan musim hujan tidak menentu).
Gradasi Lingkungan yang disebabkan oleh pencemaran limbah
pada sungai juga berkontribusi pada waterborne diseases dan vector-borne
disease. Ditambah pula dengan polusi udara hasil emisi gas-gas pabrik yang
tidak terkontrol selanjutnya akan berkontribusi terhadap penyakit-penyakit
saluran pernapasan seperti asma, alergi, coccidiodomycosis, penyakit jantung
dan paru kronis, dan lain-lain.
Perdebatan tentang pemanasan global
Tidak semua ilmuwan setuju tentang keadaan dan akibat dari
pemanasan global. Beberapa pengamat masih mempertanyakan apakah suhu
benar-benar meningkat. Yang lainnya mengakui perubahan yang telah terjadi
tetapi tetap membantah bahwa masih terlalu dini untuk membuat prediksi tentang
keadaan pada masa depan. Kritikan seperti ini juga dapat membantah bukti-bukti
yang menunjukkan kontribusi manusia terhadap pemanasan global dengan berargumen
bahwa siklus alami dapat juga meningkatkan suhu. Mereka juga menunjukkan
fakta-fakta bahwa pemanasan berkelanjutan dapat menguntungkan di beberapa
daerah.
Para ilmuwan yang mempertanyakan pemanasan global cenderung
menunjukkan tiga perbedaan yang masih dipertanyakan antara prediksi model
pemanasan global dengan perilaku sebenarnya yang terjadi pada iklim. Pertama,
pemanasan cenderung berhenti selama tiga dekade pada pertengahan abad ke-20;
bahkan ada masa pendinginan sebelum naik kembali pada tahun 1970-an. Kedua,
jumlah total pemanasan selama abad ke-20 hanya separuh dari yang diprediksi
oleh model. Ketiga, troposfer, lapisan atmosfer terendah, tidak memanas secepat
prediksi model. Akan tetapi, pendukung adanya pemanasan global yakin dapat
menjawab dua dari tiga pertanyaan tersebut.
Kurangnya pemanasan pada pertengahan abad disebabkan oleh
besarnya polusi udara yang menyebarkan partikulat-partikulat, terutama sulfat,
ke atmosfer. Partikulat ini, juga dikenal sebagai aerosol, memantulkan sebagian
sinar Matahari kembali ke angkasa luar. Pemanasan berkelanjutan akhirnya
mengatasi efek ini, sebagian lagi karena adanya kontrol terhadap polusi yang
menyebabkan udara menjadi lebih bersih.
Keadaan pemanasan global sejak 1900 yang ternyata tidak
seperti yang diprediksi disebabkan penyerapan panas secara besar oleh lautan.
Para ilmuwan telah lama memprediksi hal ini tetapi tidak memiliki cukup data
untuk membuktikannya. Pada tahun 2000, U.S. National Oceanic and Atmospheric
Administration (NOAA) memberikan hasil analisis baru tentang suhu air yang
diukur oleh para pengamat di seluruh dunia selama 50 tahun terakhir. Hasil
pengukuran tersebut memperlihatkan adanya kecenderungan pemanasan: suhu laut
dunia pada tahun 1998 lebih tinggi 0,2 derajat Celsius (0,3 derajat Fahrenheit)
daripada suhu rata-rata 50 tahun terakhir, ada sedikit perubahan tetapi cukup
berarti.
Pertanyaan ketiga masih membingungkan. Satelit mendeteksi
lebih sedikit pemanasan di troposfer dibandingkan prediksi model. Menurut
beberapa kritikus, pembacaan atmosfer tersebut benar, sedangkan pengukuran
atmosfer dari permukaan Bumi tidak dapat dipercaya. Pada bulan Januari 2000,
sebuah panel yang ditunjuk oleh National Academy of Sciences untuk membahas
masalah ini mengakui bahwa pemanasan permukaan Bumi tidak dapat diragukan lagi.
Akan tetapi, pengukuran troposfer yang lebih rendah dari prediksi model tidak
dapat dijelaskan secara jelas.
Pengendalian pemanasan global
Konsumsi total bahan bakar fosil di dunia meningkat sebesar
1 persen per-tahun. Langkah-langkah yang dilakukan atau yang sedang diskusikan
saat ini tidak ada yang dapat mencegah pemanasan global pada masa depan.
Tantangan yang ada saat ini adalah mengatasi efek yang timbul sambil melakukan
langkah-langkah untuk mencegah semakin berubahnya iklim pada masa depan.
Kerusakan yang parah dapat di atasi dengan berbagai cara.
Daerah pantai dapat dilindungi dengan dinding dan penghalang untuk mencegah
masuknya air laut. Cara lainnya, pemerintah dapat membantu populasi di pantai
untuk pindah ke daerah yang lebih tinggi. Beberapa negara, seperti Amerika
Serikat, dapat menyelamatkan tumbuhan dan hewan dengan tetap menjaga koridor
(jalur) habitatnya, mengosongkan tanah yang belum dibangun dari selatan ke
utara. Spesies-spesies dapat secara perlahan-lahan berpindah sepanjang koridor
ini untuk menuju ke habitat yang lebih dingin.
Ada dua pendekatan utama untuk memperlambat semakin
bertambahnya gas rumah kaca. Pertama, mencegah karbon dioksida dilepas ke
atmosfer dengan menyimpan gas tersebut atau komponen karbon-nya di tempat lain.
Cara ini disebut carbon sequestration (menghilangkan karbon). Kedua, mengurangi
produksi gas rumah kaca.
Menghilangkan karbon
Cara yang paling mudah untuk menghilangkan karbon dioksida
di udara adalah dengan memelihara pepohonan dan menanam pohon lebih banyak
lagi. Pohon, terutama yang muda dan cepat pertumbuhannya, menyerap karbon
dioksida yang sangat banyak, memecahnya melalui fotosintesis, dan menyimpan
karbon dalam kayunya. Di seluruh dunia, tingkat perambahan hutan telah mencapai
level yang mengkhawatirkan. Di banyak area, tanaman yang tumbuh kembali sedikit
sekali karena tanah kehilangan kesuburannya ketika diubah untuk kegunaan yang
lain, seperti untuk lahan pertanian atau pembangunan rumah tinggal. Langkah
untuk mengatasi hal ini adalah dengan penghutanan kembali yang berperan dalam
mengurangi semakin bertambahnya gas rumah kaca.
Gas karbon dioksida juga dapat dihilangkan secara langsung.
Caranya dengan menyuntikkan (menginjeksikan) gas tersebut ke sumur-sumur minyak
untuk mendorong agar minyak bumi keluar ke permukaan (lihat Enhanced Oil
Recovery). Injeksi juga bisa dilakukan untuk mengisolasi gas ini di bawah tanah
seperti dalam sumur minyak, lapisan batubara atau aquifer. Hal ini telah
dilakukan di salah satu anjungan pengeboran lepas pantai Norwegia, dimana
karbon dioksida yang terbawa ke permukaan bersama gas alam ditangkap dan
diinjeksikan kembali ke aquifer sehingga tidak dapat kembali ke permukaan.
Salah satu sumber penyumbang karbon dioksida adalah
pembakaran bahan bakar fosil. Penggunaan bahan bakar fosil mulai meningkat
pesat sejak revolusi industri pada abad ke-18.
Pada saat itu, batubara menjadi
sumber energi dominan untuk kemudian digantikan oleh minyak bumi pada
pertengahan abad ke-19. Pada abad ke-20, energi gas mulai biasa digunakan di
dunia sebagai sumber energi. Perubahan tren penggunaan bahan bakar fosil ini
sebenarnya secara tidak langsung telah mengurangi jumlah karbon dioksida yang
dilepas ke udara, karena gas melepaskan karbon dioksida lebih sedikit bila
dibandingkan dengan minyak apalagi bila dibandingkan dengan batubara. Walaupun
demikian, penggunaan energi terbaharui dan energi nuklir lebih mengurangi
pelepasan karbon dioksida ke udara. Energi nuklir, walaupun kontroversial
karena alasan keselamatan dan limbahnya yang berbahaya, tetapi tidak melepas
karbon dioksida sama sekali.
Efek Pemanasan Global Warming Terhadap Tumbuhan dan
Pulau-Pulau Kecil
Pemanasan global warming terhadap tumbuhan adalah merupakan ancaman
besar bagi masa depan kehidupan semua mahluk hidup. Sebagian besar aktifitas manusia
masih turut andil dalam mempercepat proses pemanasan Global Warming. Dampak
Global Warming tidak akan terjadi sekarang tapi akan terjadi pada masa anak-cucu
kita nantinya, sungguh sangat disayangkan anak cucu kita jika akan menerima
akibat dari ulah perbuatan kita sendiri, dampak Global Warming bisa
bermacam-macam.
Berikut adalah beberapa dampak dari Global Warming bagi lingkungan kita ke masa
yang akan datang.
Dampaknya berupa Iklim akan mulai tidak stabil atau dengan
artian lain bisa kita artikan sebagai suasana lingkungan akan sangat berubah
sewaktu-waktu, misalnya di kutup utara akan menjadi sangat panas yang membuat
gunung-gunung es akan mencair dan menjadi air, hal ini mengakibatkan
bertambahnya debit air laut dan secara otomatis akan menenggelamkan pulau-pulau
kecil yang ada di muka bumi ini, dan itu merupakan ancaman yang sangat besar
bagi penduduk-penduduk yang berdomisili di pulau-pulau kecil.
Selanjutnya yang akan terjadi adalah Suhu Global akan lebih cenderung meningkat,
hal ini bisa membuat bumi ini akan menjadi sangat panas, hal ini akan menambah penggunaan
AC di rumah-rumah atau di kantor-kantor dimana AC kita ketahui adalah merupakan
salah satu penghasil CFC yang merupakan zat yang sangat berbahaya yang bisa meningkat
pemanasan Global Warming. Komposisi kimiawi dari atmosfer sedang mengalami
perubahan sejalan dengan penambahan gas rumah kaca terutama karbon dioksida,
metan dan asam nitrat. Kasiat menyaring panas dari gas tersebut tidak
berfungsi. Energi dari matahari memacu cuaca dan iklim bumi serta memanasi
permukaan bumi, sebaliknya bumi mengembalikan energi tersebut ke angkasa. Gas
rumah kaca pada atomsfer (uap air, karbon dioksida dan gas lainnya) menyaring
sejumlah energi yang dipancarkan, menahan panas seperti rumah kaca. Tanpa efek rumah kaca natural ini maka suhu akan lebih rendah dari yang ada sekarang dan kehidupan seperti yang ada sekarang tidak mungkin ada. Jadi gas rumah kaca menyebabkan suhu udara di permukaan bumi menjadi lebih nyaman sekitar 60°F/15°C.
Tetapi permasalahan akan muncul ketika terjadi konsentrai gas rumah kaca pada atmosfer bertambah. Sejak awal revolusi industri, konsentrasi karbon dioksida pada atmosfer bertambah mendekati 30%, konsetrasi metan lebih dari dua kali, konsentrasi asam nitrat bertambah 15%. Penambahan tersebut telah meningkatkan kemampuan menjaring panas pada atmosfer bumi. Mengapa konsentrasi gas rumah kaca bertambah? Para ilmuwan umumnya percaya bahwa pembakaran bahan bakar fosil dan kegiatan manusia lainnya merupakan penyebab utama dari bertambahnya konsentrasi karbon dioksida dan gas rumah kaca. Hal ini otomatis akan sangat berpengaruh pada ketersediaan air bersih, karena suhu menjadi panas maka akan menyebabkan proses dehidrasi, sehingga air menjadi sesuatu yang sangat langka, meskipun air di lautan akan bertambah bayak bukan berarti bersih karena gletser akan mengotori air bersih yang akan dikonsumsi oleh semua mahluk hidup.
Selanjutnya Kenaikan permukaan laut yang membawa dampak luas bagi manusia;
terutama bagi penduduk yang tinggal di dataran rendah, di daerah pantai yang
padat penduduk di banyak negara dan di delta-delta sungai. Negara-negara miskin
akan dilanda kekeringan dan banjir. Salah satu perkiraan adalah bahwa sekitar
tahun 2020 sekitar _ penduduk dunia terancam bahaya kekeringan dan banjir.
Negara-negara miskin akan menderita luar biasa akibat perubahan iklim –
sebagian karena letak geografisnya dan juga karena kekurangan sumber alam untuk
penyesuaian dengan perubahan dan melawan dampaknya.
Manusia dan spesies lainnya di planet sudah
menderita akibat perubahan iklim. Proyeksi ilmiah menunjukkan adanya peluasan
dan peningkatan penderitaan, misalnya, tekanan panas, bertambahnya dan
berkembangnya serangga yang menyebabkan penyakit tropis baik di utara maupun
selatan katulistiwa. Juga adanya rawan pangan yang makin meningkat. Sistem
ekologis inilah nantinya yang menyebabkan hewan-hewan perlahan-lahan akan bermigrasi
ke daerah yang jauh lebih tinggi/pegunungan atau ke daerah kutup sedangkan
sebagian besar tumbuhan dengan perlahan hanya akan tumbuh di daerah yang
bersuhu lebih hangat. Ini jelas sangat merugikan semua sektor kehidupan karena
tumbuhan adalah satu-satunya penghasil O2. Sungguh disayangkan jika hal ini sampai
terjadi, tetapi inilah yang akan terjadi pada masa yang akan datang ketika di
era generasi anak-cucu kita, Oleh sebab itu pencegahan secepat mungkin harus
segera dilakukan.
Selanjutnya dengan mencairnya gletser-gletser yang ada di seluruh permukaan
bumi ini yang tentunya akan mengancam ketersedian air bersih sebagai bahan
utama sumber kehidupan. Dengan
bertambahnya volume air laut yang akan menyebabkan pulau-pulau kecil akan lebih
terancam keberadaanya, jika hal ini
terjadi manusia adalah makhluk pertama yang disalahkan karena telah gagal menjaga
metabolisme yang baik di bumi ini, Salah satu penghasil air bersih adalah Hutan
Amazon, dengan terjadinya pemanasan Global Warming akan memicu perubahan iklim
di Hutan Amazon yang pada akhirnya Hutan Amazon akan menjadi Gurun Amazon,
karena kekeringan yang panjang serta tanah menjadi tandus dan pada akhirnya tumbuhan perlahan-lahan akan mati.
Akibat pemanasan global di Indonesia (global warming),
permukaan laut Indonesia naik 0,8 cm per tahun dan berdampak pada tenggelamnya
pulau-pulau nusantara hampir satu meter dalam 15 tahun ke depan. Indonesia
sebagai negara kepulauan menjadi pihak yang sangat merasakan dampak pemanasan
global ini perlahan tetapi pasti jika tak diatasi sejak sekarang.
Dampak lain dari pemanasan global adalah terjadinya pergeseran
iklim dari yang seharusnya Juni 2006 sudah musim kemarau, Kalimantan dan
Sumatra malah masih mengalami banjir besar dan bulan September yang seharusnya
sudah dimulai musim hujan bergeser mulai November.
Data dampak pemanasan global lainnya misalnya mencairnya
glasier di pegunungan Himalaya, meningkatnya frekuensi badai di Kepulauan
Pasifik Selatan, pemutihan karang secara massal dan berdampak pada kematian di
Great Barrier Reef Australia, berkurangnya persediaan air bersih di sungai
Mekong dan lain-lain.
Menurutnya, indikasi pemanasan global lain yang begitu jelas
dirasakan misalnya kenaikan suhu yang ekstrem beberapa waktu belakangan ini
misalnya suhu di Kalimantan yang biasanya sekitar 35 derajat Celcius naik
menjadi 39 derajat Celcius.
Di Sumatera, tambahnya, yang biasanya berkisar pada 33-34
derajat naik menjadi 37 derajat, dan di Jakarta yang biasanya 32-34 naik
menjadi 36 derajat Celcius.
Pemanasan global itu akibat meningkatnya kegiatan manusia
yang terkait dengan penggunaan bahan bakar fosil, kegiatan melepas emisi (efek
rumah kaca) dan menyebabkan tertahannya radiasi matahari dalam atmosfer bumi
ditambah lagi dengan penebangan hutan. Demikian Deputi Menteri Lingkungan Hidup
bidang Konservasi SDA dan Pengendalian Kerusakan Lingkungan, Masnerliyati Hilman
Menjelaskan.
Solusi Pemanasan Global (Global Warming)
Para Klimatologist sedang mempelajari cara untuk mencegah
pemanasan global (global warming). Artikel pemanasan global ini menjelaskan dua
cara untuk membatasinya adalah sebagai berikut :
membatasi emisi gas CO2 dan penyerapan karbon-karbon baik
mencegah karbon dioksida memasuki atmosfer atau penyerapan CO2 sudah ada.
Pembatasan Emisi Gas CO2.
Dua cara yang efektif untuk membatasi emisi gas CO2 adalah
menggantikan bahan bakar fosil dengan sumber energi yang tidak menghasilkan
CO2, dan menggunakan bahan bakar fosil lebih efisien. Pengertian dari bahan
bakar fosil adalah bahan bakar yang diambil dari dalam bumi merupakan hasil
pengendapan dan pembentukan dalam waktu berjuta-juta tahun.
Sumber energi alternatif yang tidak menghasilkan CO2 seperti
tenaga angin, sinar matahari, energi nuklir, dan gas bumi. Perangkat yang
dikenal sebagai turbin angin dapat mengubah energi angin menjadi energi
listrik. Sel surya dapat mengkonversi sinar matahari menjadi energi listrik,
dan berbagai alat dapat mengkonversi energi matahari menjadi panas yang
bermanfaat. Pembangkit listrik tenaga panas bumi mengubah energi gas bumi bawah
tanah menjadi energi listrik.
Bila dihitung secara ekonomis pemanfaatan sumber energi alternatif
lebih mahal untuk digunakan dibanding dengan bahan bakar fosil. Namun,
penelitian terus dilakukan untuk mencari cara yang lebih efisien mengurangi
biaya penggunaan energi alternatif tersebut:
Hemat Bahan Bakar_Emisi gas CO2 bisa dikurangi jika mobil
dan truk menggunakan bahan bakar lebih efisien. Beberapa ilmuwan dan insinyur
yang terus meneliti menciptakan mesin yang bekerja dengan bahan bakar yang
lebih efisiensi. Penemu lain yang mengembangkan perangkat untuk menggantikan
sistem pembakaran mesin atau menggunakan mesin yang lebih kecil untuk mencegah
pemanasan global. Sebuah Mobil dikenal dengan nama "Hibrid" telah
memasuki pasaran. Sebuah mobil "Hibrid" memiliki semua komponen dari
sebuah mobil baterai yang digerakkan listrik biasanya menggunakan mesin bensin
berukuran kecil. Sel Surya merupakan perangkat yang dapat mengubah energi kimia
menjadi energi listrik, dan dapat digunakan dalam mobil masa depan. Demikianlah cara mencegah pemanasan global
(global warming) yang dapat dilakukan untuk mengurangi konsentrasi emisi gas
CO2 di udara.
Greenpeace Indonesia juga mendesak Pemerintah Indonesia
untuk melindungi hutan di Papua. Perlindungan hutan diperlukan untuk menghambat
pelepasan polusi hasil industri yang menyebabkan pemanasan global. Juru kampanye
hutan Greenpeace, Bustar Maitar, mengatakan hutan Indonesia berperan penting
menghambat pelepasan gas-gas yang menyebabkan polusi. Apalagi Indonesia negara
ketiga terbesar yang menyumbang pencemaran udara melalui sisa buangan gas
industri. Sebagian besar gas itu dihasilkan dari pembukaan lahan dan pembakaran
hutan di Sumatera dan Kalimantan.
Greenpeace Indonesia mendukung masyarakat dan Pemerintah Daerah Provinsi Papua
dan Provinsi Papua Barat dalam melindungi hutan dan memanfaatkan hutan untuk
kesejahteraan masyarakat lokal.
Di Rangkum Dari Berbagai Sumber "Pemanasan Global Warming"
No comments:
Post a Comment