Jangan Biarkan Kekurangan Anda Membatasi Diri Anda Untuk Maju

Welcome To SUARA WALET_007

Wednesday, October 23, 2013

Global Warming adalah suatu proses meningkatnya suhu rata-rata atmosfir, laut dan daratan Bumi

Pemanasan Global Warning

Pemanasan global (Engglis : global warming) adalah suatu proses meningkatnya suhu rata-rata atmosfir, laut dan daratan Bumi (meningkat 0.74 ± 0.18 °C (1.33 ± 0.32 °F) selama seratus tahun terakhir sebagai akibat meningkatnya jumlah emisi Gas Rumah Kaca di atmosfer. Sedangkan IPCC (2001) menyatakan bahwa climate change refers to a statistically significant variation in either the mean state of the climate or in its variability, persisting for an extended period (typically decades or longer). Selain itu diperjelas juga bahwa climate change may be due to natural internal processes or external forcings , or to persistent anthropogenic changes in the composition of the atmosphere or in land use.

Kementerian Lingkungan Hidup (2001:1) mendefinisikan perubahan iklim adalah berubahnya kondisi fisik atmosfer bumi antara lain suhu dan distribusi curah hujan yang membawa dampak luas terhadap berbagai sektor kehidupan manusia. Perubahan fisik ini tidak terjadi hanya sesaat tetapi dalam kurun waktu yang panjang.

LAPAN (2002;1) mendefinisikan perubahan iklim adalah perubahan rata-rata salah satu atau lebih elemen cuaca pada suatu daerah tertentu. Sedangkan istilah perubahan iklim skala global adalah perubahan iklim dengan acuan wilayah Bumi secara keseluruhan.
Definisi yang umumnya diterima adalah berdasarkan pasal 1 Konvensi PBB mengenai Perubahan Iklim yang menyatakan :
“Climate change means a change of climate which is attributed directly or inderictly to human activities that alters the composition of the global atmosphere and which is in addition to natural climate variability observed over comparable time periods.”
Atau diterjemahkan :
“Perubahan iklim ialah berubahnya iklim yang diakibatkan langsung atau tidak langsung oleh aktivitas manusia yang menyebabkan perubahan komposisi atmosfer secara global dan selain itu juga berupa perubahan variabilitas iklim alamiah yang teramati pada kurun waktu yang dapat dibandingkan.”
Segala sumber energi yang terdapat di Bumi berasal dari Matahari. Sebagian besar energi tersebut berbentuk radiasi gelombang pendek, termasuk cahaya tampak. Ketika energi ini tiba permukaan Bumi, ia berubah dari cahaya menjadi panas yang menghangatkan Bumi. Permukaan Bumi, akan menyerap sebagian panas dan memantulkan kembali sisanya. Sebagian dari panas ini berwujud radiasi infra merah gelombang panjang ke angkasa luar. 

Namun sebagian panas tetap terperangkap di atmosfer bumi akibat menumpuknya jumlah gas rumah kaca antara lain uap air, karbon dioksida, sulfur dioksida dan metana yang menjadi perangkap gelombang radiasi ini. Gas-gas ini menyerap dan memantulkan kembali radiasi gelombang yang dipancarkan Bumi dan akibatnya panas tersebut akan tersimpan di permukaan Bumi. Keadaan ini terjadi terus menerus sehingga mengakibatkan suhu rata-rata tahunan bumi terus meningkat.
Gas-gas tersebut berfungsi sebagaimana gas dalam rumah kaca. Dengan semakin meningkatnya konsentrasi gas-gas ini di atmosfer, semakin banyak panas yang terperangkap di bawahnya.

Efek rumah kaca ini sangat dibutuhkan oleh segala makhluk hidup yang ada di bumi, karena tanpanya, planet ini akan menjadi sangat dingin. Dengan suhu rata-rata sebesar 15 °C (59 °F), bumi sebenarnya telah lebih panas 33 °C (59 °F) dari suhunya semula, jika tidak ada efek rumah kaca suhu bumi hanya -18 °C sehingga es akan menutupi seluruh permukaan Bumi. Akan tetapi sebaliknya, apabila gas-gas tersebut telah berlebihan di atmosfer, akan mengakibatkan pemanasan global.

Efek umpan balik
Analisa penyebab pemanasan global juga dipengaruhi oleh berbagai proses umpan balik yang dihasilkannya. Sebagai contoh adalah pada penguapan air. Pada kasus pemanasan akibat bertambahnya gas-gas rumah kaca seperti CO2, pemanasan pada awalnya akan menyebabkan lebih banyaknya air yang menguap ke atmosfer. Karena uap air sendiri merupakan gas rumah kaca, pemanasan akan terus berlanjut dan menambah jumlah uap air di udara sampai tercapainya suatu kesetimbangan konsentrasi uap air. Efek rumah kaca yang dihasilkannya lebih besar bila dibandingkan oleh akibat gas CO2 sendiri. (Walaupun umpan balik ini meningkatkan kandungan air absolut di udara, kelembapan relatif udara hampir konstan atau bahkan agak menurun karena udara menjadi menghangat). Umpan balik ini hanya berdampak secara perlahan-lahan karena CO2 memiliki usia yang panjang di atmosfer.

Efek umpan balik karena pengaruh awan sedang menjadi objek penelitian saat ini. Bila dilihat dari bawah, awan akan memantulkan kembali radiasi infra merah ke permukaan, sehingga akan meningkatkan efek pemanasan. Sebaliknya bila dilihat dari atas, awan tersebut  akan memantulkan sinar Matahari dan radiasi infra merah ke angkasa, sehingga meningkatkan efek pendinginan. Apakah efek netto-nya menghasilkan pemanasan atau pendinginan tergantung pada beberapa detail-detail tertentu seperti tipe dan ketinggian awan tersebut. Detail-detail ini sulit direpresentasikan dalam model iklim, antara lain karena awan sangat kecil bila dibandingkan dengan jarak antara batas-batas komputasional dalam model iklim (sekitar 125 hingga 500 km untuk model yang digunakan dalam Laporan Pandangan IPCC ke Empat). Walaupun demikian, umpan balik awan berada pada peringkat dua bila dibandingkan dengan umpan balik uap air dan dianggap positif (menambah pemanasan) dalam semua model yang digunakan dalam Laporan Pandangan IPCC ke Empat.
Umpan balik penting lainnya adalah hilangnya kemampuan memantulkan cahaya (albedo) oleh es. Ketika suhu global meningkat, es yang berada di dekat kutub mencair dengan kecepatan yang terus meningkat. 

Bersamaan dengan melelehnya es tersebut, daratan atau air di bawahnya akan terbuka. Baik daratan maupun air memiliki kemampuan memantulkan cahaya lebih sedikit bila dibandingkan dengan es  dan akibatnya akan menyerap lebih banyak radiasi Matahari. Hal ini akan menambah pemanasan dan menimbulkan lebih banyak lagi es  yang mencair, menjadi suatu siklus yang berkelanjutan.
Umpan balik positif akibat terlepasnya CO2 dan CH4 dari melunaknya tanah beku (permafrost) adalah mekanisme lainnya yang berkontribusi terhadap pemanasan. Selain itu, es yang meleleh juga akan melepas CH4 yang juga menimbulkan umpan balik positif.

Kemampuan lautan untuk menyerap karbon juga akan berkurang bila ia menghangat, hal ini diakibatkan oleh menurunya tingkat nutrien pada zona mesopelagic sehingga membatasi pertumbuhan diatom daripada fitoplankton yang merupakan penyerap karbon yang rendah.

Variasi Matahari
Terdapat hipotesa yang menyatakan bahwa variasi dari Matahari, dengan kemungkinan diperkuat oleh umpan balik dari awan, dapat memberi kontribusi dalam pemanasan saat ini.  Perbedaan antara mekanisme ini dengan pemanasan akibat efek rumah kaca adalah meningkatnya aktivitas Matahari akan memanaskan stratosfer sebaliknya efek rumah kaca akan mendinginkan stratosfer. Pendinginan stratosfer bagian bawah paling tidak telah diamati sejak tahun 1960,  yang tidak akan terjadi bila aktivitas Matahari menjadi kontributor utama pemanasan saat ini. (Penipisan lapisan ozon  juga dapat memberikan efek pendinginan tersebut tetapi penipisan tersebut terjadi mulai akhir tahun 1970-an.) Fenomena variasi Matahari dikombinasikan dengan aktivitas gunung berapi mungkin telah memberikan efek pemanasan dari masa pra-industri hingga tahun 1950, serta efek pendinginan sejak tahun 1950.

Ada beberapa hasil penelitian yang menyatakan bahwa kontribusi Matahari mungkin telah diabaikan dalam pemanasan global. Dua ilmuwan dari Duke University memperkirakan bahwa Matahari mungkin telah berkontribusi terhadap 45-50% peningkatan suhu rata-rata global selama periode 1900-2000, dan sekitar 25-35% antara tahun 1980 dan 2000.  Stott dan rekannya mengemukakan bahwa model iklim yang dijadikan pedoman saat ini membuat perkiraan berlebihan terhadap efek gas-gas rumah kaca dibandingkan dengan pengaruh Matahari; mereka juga mengemukakan bahwa efek pendinginan dari debu vulkanik dan aerosol sulfat juga telah dipandang remeh. Walaupun demikian, mereka menyimpulkan bahwa bahkan dengan meningkatkan sensitivitas iklim terhadap pengaruh Matahari sekalipun, sebagian besar pemanasan yang terjadi pada dekade-dekade terakhir ini disebabkan oleh gas-gas rumah kaca.

Pada tahun 2006, sebuah tim ilmuwan dari Amerika Serikat, Jerman dan Swiss menyatakan bahwa mereka tidak menemukan adanya peningkatan tingkat "keterangan" dari Matahari pada seribu tahun terakhir ini. Siklus Matahari hanya memberi peningkatan kecil sekitar 0,07% dalam tingkat "keterangannya" selama 30 tahun terakhir. Efek ini terlalu kecil untuk berkontribusi terhadap pemansan global. Sebuah penelitian oleh Lockwood dan Fröhlich menemukan bahwa tidak ada hubungan antara pemanasan global dengan variasi Matahari sejak tahun 1985, baik melalui variasi dari output Matahari maupun variasi dalam sinar kosmis.

Mengukur pemanasan global
Pada awal 1896,  para ilmuwan beranggapan bahwa membakar bahan bakar fosil akan mengubah komposisi atmosfer dan dapat meningkatkan suhu rata-rata global. Hipotesis ini dikonfirmasi tahun 1957 ketika para peneliti yang bekerja pada program penelitian global yaitu International Geophysical Year, mengambil sampel atmosfer dari puncak gunung Mauna Loa di Hawai.

Hasil pengukurannya menunjukkan terjadi peningkatan konsentrasi karbon dioksida di atmosfer. Setelah itu, komposisi dari atmosfer terus diukur dengan cermat. Data-data yang dikumpulkan menunjukkan bahwa memang terjadi peningkatan konsentrasi dari gas-gas rumah kaca di atmosfer.

Para ilmuwan juga telah lama menduga bahwa iklim global semakin menghangat, tetapi mereka tidak mampu memberikan bukti-bukti yang tepat. Suhu terus bervariasi dari waktu ke waktu dan dari lokasi yang satu ke lokasi lainnya. Perlu bertahun-tahun pengamatan iklim untuk memperoleh data-data yang menunjukkan suatu kecenderungan (trend) yang jelas. Catatan pada akhir 1980-an agak memperlihatkan kecenderungan penghangatan ini, akan tetapi data statistik ini hanya sedikit dan tidak dapat dipercaya.

Stasiun cuaca pada awalnya, terletak dekat dengan daerah perkotaan sehingga pengukuran suhu akan dipengaruhi oleh panas yang dipancarkan oleh bangunan dan kendaraan dan juga panas yang disimpan oleh material bangunan dan jalan. Sejak 1957, data-data diperoleh dari stasiun cuaca yang terpercaya (terletak jauh dari perkotaan), serta dari satelit. Data-data ini memberikan pengukuran yang lebih akurat, terutama pada 70 persen permukaan planet yang tertutup lautan. Data-data yang lebih akurat ini menunjukkan bahwa kecenderungan menghangatnya permukaan Bumi benar-benar terjadi.  Jika dilihat pada akhir abad ke-20, tercatat bahwa sepuluh tahun terhangat selama seratus tahun terakhir terjadi setelah tahun 1980  dan tiga tahun terpanas terjadi setelah tahun 1990, dengan 1998 menjadi yang paling panas.

Dalam laporan yang dikeluarkannya tahun 2001, Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menyimpulkan bahwa suhu udara global telah meningkat 0,6 derajat Celsius (1 derajat Fahrenheit) sejak 1861. Panel setuju bahwa pemanasan tersebut terutama disebabkan oleh aktivitas manusia yang menambah gas-gas rumah kaca ke atmosfer. IPCC memprediksi peningkatan suhu rata-rata global akan meningkat 1.1 hingga 6.4 °C (2.0 hingga 11.5 °F) antara tahun 1990 dan 2100.

IPCC panel juga memperingatkan, bahwa meskipun konsentrasi gas di atmosfer tidak bertambah lagi sejak tahun 2100, iklim tetap terus menghangat selama periode tertentu akibat emisi yang telah dilepaskan sebelumnya. karbon dioksida akan tetap berada di atmosfer selama seratus tahun atau lebih sebelum alam mampu menyerapnya kembali.

Jika emisi gas rumah kaca terus meningkat, para ahli memprediksi, konsentrasi karbondioksioda di atmosfer dapat meningkat hingga tiga kali lipat pada awal abad ke-22 bila dibandingkan masa sebelum era industri. Akibatnya, akan terjadi perubahan iklim secara dramatis. Walaupun sebenarnya peristiwa perubahan iklim ini telah terjadi beberapa kali sepanjang sejarah Bumi, manusia akan menghadapi masalah ini dengan risiko populasi yang sangat besar.

Model iklim
Perhitungan pemanasan global pada tahun 2001 dari beberapa model iklim berdasarkan scenario SRES A2, yang mengasumsikan tidak ada tindakan yang dilakukan untuk mengurangi emisi.
Para ilmuwan telah mempelajari pemanasan global berdasarkan model-model computer berdasarkan prinsip-prinsip dasar dinamikan fluida, transfer radiasi, dan proses-proses lainya, dengan beberapa penyederhanaan disebabkan keterbatasan kemampuan komputer. Model-model ini memprediksikan bahwa penambahan gas-gas rumah kaca berefek pada iklim yang lebih hangat. Walaupun digunakan asumsi-asumsi yang sama terhadap konsentrasi gas rumah kaca pada masa depan, sensitivitas iklimnya masih akan berada pada suatu rentang tertentu.

Dengan memasukkan unsur-unsur ketidakpastian terhadap konsentrasi gas rumah kaca dan pemodelan iklim, IPCC memperkirakan pemanasan sekitar 1.1 °C hingga 6.4 °C (2.0 °F hingga 11.5 °F) antara tahun 1990 dan 2100.Mo del-model iklim juga digunakan untuk menyelidiki penyebab-penyebab perubahan iklim yang terjadi saat ini dengan membandingkan perubahan yang teramati dengan hasil prediksi model terhadap berbagai penyebab, baik alami maupun aktivitas manusia.
Model iklim saat ini menghasilkan kemiripan yang cukup baik dengan perubahan suhu global hasil pengamatan selama seratus tahun terakhir, tetapi tidak mensimulasi semua aspek dari iklim. Model-model ini tidak secara pasti menyatakan bahwa pemanasan yang terjadi antara tahun 1910 hingga 1945 disebabkan oleh proses alami atau aktivitas manusia; akan tetapi; mereka menunjukkan bahwa pemanasan sejak tahun 1975 didominasi oleh emisi gas-gas yang dihasilkan manusia.

Sebagian besar model-model iklim, ketika menghitung iklim pada masa depan, dilakukan berdasarkan skenario-skenario gas rumah kaca, biasanya dari Laporan Khusus terhadap Skenario Emisi (Special Report on Emissions Scenarios/ SRES) IPCC. Yang jarang dilakukan, model menghitung dengan menambahkan simulasi terhadap siklus karbon  yang biasanya menghasilkan umpan balik yang positif, walaupun responnya masih belum pasti (untuk skenario A2 SRES, respon bervariasi antara penambahan 20 dan 200 ppm CO2). Beberapa studi-studi juga menunjukkan beberapa umpan balik positif.

Pengaruh awan juga merupakan salah satu sumber yang menimbulkan ketidakpastian terhadap model-model yang dihasilkan saat ini, walaupun sekarang telah ada kemajuan dalam menyelesaikan masalah ini. Saat ini juga terjadi diskusi-diskusi yang masih berlanjut mengenai apakah model-model iklim mengesampingkan efek-efek umpan balik dan tak langsung dari variasi Matahari.

Dampak pemanasan global
Para ilmuwan menggunakan model komputer dari suhu, pola presipitasi, dan sirkulasi atmosfer untuk mempelajari pemanasan global. Berdasarkan model tersebut, para ilmuwan telah membuat beberapa prakiraan mengenai dampak pemanasan global terhadap cuaca, tinggi permukaan air laut, pantai, pertanian, kehidupan hewan liar dan kesehatan manusia.

Iklim mulai tidak stabil
Para ilmuwan memperkirakan bahwa selama pemanasan global, daerah bagian Utara dari belahan Bumi Utara (Northern Hemisphere) akan memanas lebih dari daerah-daerah lain di Bumi. Akibatnya, gunung-gunung es akan mencair dan daratan akan mengecil. Akan lebih sedikit es yang terapung di perairan Utara tersebut. Daerah-daerah yang sebelumnya mengalami salju ringan, mungkin tidak akan mengalaminya lagi. Pada pegunungan di daerah subtropis, bagian yang ditutupi salju akan semakin sedikit serta akan lebih cepat mencair. Musim tanam akan lebih panjang di beberapa area. Suhu pada musim dingin dan malam hari akan cenderung untuk meningkat.

Daerah hangat akan menjadi lebih lembap karena lebih banyak air yang menguap dari lautan. Para ilmuwan belum begitu yakin apakah kelembapan tersebut malah akan meningkatkan atau menurunkan pemanasan yang lebih jauh lagi. Hal ini disebabkan karena uap air merupakan gas rumah kaca, sehingga keberadaannya akan meningkatkan efek insulasi pada atmosfer. Akan tetapi, uap air yang lebih banyak juga akan membentuk awan yang lebih banyak, sehingga akan memantulkan cahaya Matahari kembali ke angkasa luar, dimana hal ini akan menurunkan proses pemanasan (lihat siklus air). Kelembapan yang tinggi akan meningkatkan curah hujan, secara rata-rata, sekitar 1 persen untuk setiap derajat Fahrenheit pemanasan.

(Curah hujan di seluruh dunia telah meningkat sebesar 1 persen dalam seratus tahun terakhir ini). Badai akan menjadi lebih sering. Selain itu, air akan lebih cepat menguap dari tanah. Akibatnya beberapa daerah akan menjadi lebih kering dari sebelumnya. Angin akan bertiup lebih kencang dan mungkin dengan pola yang berbeda. Topan badai (hurricane) yang memperoleh kekuatannya dari penguapan air, akan menjadi lebih besar. Berlawanan dengan pemanasan yang terjadi, beberapa periode yang sangat dingin mungkin akan terjadi. Pola cuaca menjadi tidak terprediksi dan lebih ekstrem.

Peningkatan permukaan laut
Perubahan tinggi rata-rata muka laut diukur dari daerah dengan lingkungan yang stabil secara geologi. Ketika atmosfer menghangat, lapisan permukaan lautan juga akan menghangat, sehingga volumenya akan membesar dan menaikkan tinggi permukaan laut. Pemanasan juga akan mencairkan banyak es di kutub, terutama sekitar Greenland, yang lebih memperbanyak volume air di laut. Tinggi muka laut di seluruh dunia telah meningkat 10 – 25 cm (4 - 10 inchi) selama abad ke-20, dan para ilmuwan IPCC memprediksi peningkatan lebih lanjut 9 – 88 cm (4 - 35 inchi) pada abad ke-21.

Perubahan tinggi muka laut akan sangat memengaruhi kehidupan di daerah pantai. Kenaikan 100 cm (40 inchi) akan menenggelamkan 6 persen daerah Belanda, 17,5 persen daerah Bangladesh, dan banyak pulau-pulau. Erosi dari tebing, pantai, dan bukit pasir akan meningkat. Ketika tinggi lautan mencapai muara sungai, banjir akibat air pasang akan meningkat di daratan. Negara-negara kaya akan menghabiskan dana yang sangat besar untuk melindungi daerah pantainya, sedangkan negara-negara miskin mungkin hanya dapat melakukan evakuasi dari daerah pantai.

Bahkan sedikit kenaikan tinggi muka laut akan sangat memengaruhi ekosistem pantai. Kenaikan 50 cm (20 inchi) akan menenggelamkan separuh dari rawa-rawa pantai di Amerika Serikat. Rawa-rawa baru juga akan terbentuk, tetapi tidak di area perkotaan dan daerah yang sudah dibangun. Kenaikan muka laut ini akan menutupi sebagian besar dari Florida Everglades.

Suhu global cenderung meningkat
Orang mungkin beranggapan bahwa Bumi yang hangat akan menghasilkan lebih banyak makanan dari sebelumnya, tetapi hal ini sebenarnya tidak sama di beberapa tempat. Bagian Selatan Kanada, sebagai contoh, mungkin akan mendapat keuntungan dari lebih tingginya curah hujan dan lebih lamanya masa tanam. Di lain pihak, lahan pertanian tropis semi kering di beberapa bagian Afrika mungkin tidak dapat tumbuh. Daerah pertanian gurun yang menggunakan air irigasi dari gunung-gunung yang jauh dapat menderita jika snowpack (kumpulan salju) musim dingin, yang berfungsi sebagai reservoir alami, akan mencair sebelum puncak bulan-bulan masa tanam. Tanaman pangan dan hutan dapat mengalami serangan serangga dan penyakit yang lebih hebat.

Gangguan ekologis
Hewan dan tumbuhan menjadi makhluk hidup yang sulit menghindar dari efek pemanasan ini karena sebagian besar lahan telah dikuasai manusia. Dalam pemanasan global, hewan cenderung untuk bermigrasi ke arah kutub atau ke atas pegunungan. Tumbuhan akan mengubah arah pertumbuhannya, mencari daerah baru karena habitat lamanya menjadi terlalu hangat. Akan tetapi, pembangunan manusia akan menghalangi perpindahan ini. Spesies-spesies yang bermigrasi ke utara atau selatan yang terhalangi oleh kota-kota atau lahan-lahan pertanian mungkin akan mati. Beberapa tipe spesies yang tidak mampu secara cepat berpindah menuju kutub mungkin juga akan musnah.

Dampak sosial dan politik
Perubahan cuaca dan lautan dapat mengakibatkan munculnya penyakit-penyakit yang berhubungan dengan panas (heat stroke) dan kematian. Temperatur yang panas juga dapat menyebabkan gagal panen sehingga akan muncul kelaparan dan malnutrisi. Perubahan cuaca yang ekstrem dan peningkatan permukaan air laut akibat mencairnya es di kutub utara dapat menyebabkan penyakit-penyakit yang berhubungan dengan bencana alam (banjir, badai dan kebakaran) dan kematian akibat trauma. Timbulnya bencana alam biasanya disertai dengan perpindahan penduduk ke tempat-tempat pengungsian dimana sering muncul penyakit, seperti: diare, malnutrisi, defisiensi , trauma psikologis, penyakit kulit, dan lain-lain. 

Pergeseran ekosistem dapat memberi dampak pada penyebaran penyakit melalui air (Waterborne diseases) maupun penyebaran penyakit melalui vektor (vector-borne diseases). Seperti meningkatnya kejadian Demam Berdarah karena munculnya ruang (ekosistem) baru untuk nyamuk ini berkembang biak. Dengan adamya perubahan iklim ini maka ada beberapa spesies vektor penyakit (eq Aedes aegypti), Virus, bakteri, plasmodium menjadi lebih resisten terhadap obat tertentu yang target nya adalah organisme tersebut. Selain itu bisa diprediksi kan bahwa ada beberapa spesies yang secara alamiah akan terseleksi ataupun punah dikarenakan perbuhan ekosistem yang ekstreem ini. hal ini juga akan berdampak perubahan iklim (Climate change)yang bisa berdampak kepada peningkatan kasus penyakit tertentu seperti ISPA (kemarau panjang / kebakaran hutan, DBD Kaitan dengan musim hujan tidak menentu).

Gradasi Lingkungan yang disebabkan oleh pencemaran limbah pada sungai juga berkontribusi pada waterborne diseases dan vector-borne disease. Ditambah pula dengan polusi udara hasil emisi gas-gas pabrik yang tidak terkontrol selanjutnya akan berkontribusi terhadap penyakit-penyakit saluran pernapasan seperti asma, alergi, coccidiodomycosis, penyakit jantung dan paru kronis, dan lain-lain.

Perdebatan tentang pemanasan global
Tidak semua ilmuwan setuju tentang keadaan dan akibat dari pemanasan global. Beberapa pengamat masih mempertanyakan apakah suhu benar-benar meningkat. Yang lainnya mengakui perubahan yang telah terjadi tetapi tetap membantah bahwa masih terlalu dini untuk membuat prediksi tentang keadaan pada masa depan. Kritikan seperti ini juga dapat membantah bukti-bukti yang menunjukkan kontribusi manusia terhadap pemanasan global dengan berargumen bahwa siklus alami dapat juga meningkatkan suhu. Mereka juga menunjukkan fakta-fakta bahwa pemanasan berkelanjutan dapat menguntungkan di beberapa daerah.

Para ilmuwan yang mempertanyakan pemanasan global cenderung menunjukkan tiga perbedaan yang masih dipertanyakan antara prediksi model pemanasan global dengan perilaku sebenarnya yang terjadi pada iklim. Pertama, pemanasan cenderung berhenti selama tiga dekade pada pertengahan abad ke-20; bahkan ada masa pendinginan sebelum naik kembali pada tahun 1970-an. Kedua, jumlah total pemanasan selama abad ke-20 hanya separuh dari yang diprediksi oleh model. Ketiga, troposfer, lapisan atmosfer terendah, tidak memanas secepat prediksi model. Akan tetapi, pendukung adanya pemanasan global yakin dapat menjawab dua dari tiga pertanyaan tersebut.

Kurangnya pemanasan pada pertengahan abad disebabkan oleh besarnya polusi udara yang menyebarkan partikulat-partikulat, terutama sulfat, ke atmosfer. Partikulat ini, juga dikenal sebagai aerosol, memantulkan sebagian sinar Matahari kembali ke angkasa luar. Pemanasan berkelanjutan akhirnya mengatasi efek ini, sebagian lagi karena adanya kontrol terhadap polusi yang menyebabkan udara menjadi lebih bersih.

Keadaan pemanasan global sejak 1900 yang ternyata tidak seperti yang diprediksi disebabkan penyerapan panas secara besar oleh lautan. Para ilmuwan telah lama memprediksi hal ini tetapi tidak memiliki cukup data untuk membuktikannya. Pada tahun 2000, U.S. National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) memberikan hasil analisis baru tentang suhu air yang diukur oleh para pengamat di seluruh dunia selama 50 tahun terakhir. Hasil pengukuran tersebut memperlihatkan adanya kecenderungan pemanasan: suhu laut dunia pada tahun 1998 lebih tinggi 0,2 derajat Celsius (0,3 derajat Fahrenheit) daripada suhu rata-rata 50 tahun terakhir, ada sedikit perubahan tetapi cukup berarti.

Pertanyaan ketiga masih membingungkan. Satelit mendeteksi lebih sedikit pemanasan di troposfer dibandingkan prediksi model. Menurut beberapa kritikus, pembacaan atmosfer tersebut benar, sedangkan pengukuran atmosfer dari permukaan Bumi tidak dapat dipercaya. Pada bulan Januari 2000, sebuah panel yang ditunjuk oleh National Academy of Sciences untuk membahas masalah ini mengakui bahwa pemanasan permukaan Bumi tidak dapat diragukan lagi. Akan tetapi, pengukuran troposfer yang lebih rendah dari prediksi model tidak dapat dijelaskan secara jelas.

Pengendalian pemanasan global
Konsumsi total bahan bakar fosil di dunia meningkat sebesar 1 persen per-tahun. Langkah-langkah yang dilakukan atau yang sedang diskusikan saat ini tidak ada yang dapat mencegah pemanasan global pada masa depan. Tantangan yang ada saat ini adalah mengatasi efek yang timbul sambil melakukan langkah-langkah untuk mencegah semakin berubahnya iklim pada masa depan.

Kerusakan yang parah dapat di atasi dengan berbagai cara. Daerah pantai dapat dilindungi dengan dinding dan penghalang untuk mencegah masuknya air laut. Cara lainnya, pemerintah dapat membantu populasi di pantai untuk pindah ke daerah yang lebih tinggi. Beberapa negara, seperti Amerika Serikat, dapat menyelamatkan tumbuhan dan hewan dengan tetap menjaga koridor (jalur) habitatnya, mengosongkan tanah yang belum dibangun dari selatan ke utara. Spesies-spesies dapat secara perlahan-lahan berpindah sepanjang koridor ini untuk menuju ke habitat yang lebih dingin.

Ada dua pendekatan utama untuk memperlambat semakin bertambahnya gas rumah kaca. Pertama, mencegah karbon dioksida dilepas ke atmosfer dengan menyimpan gas tersebut atau komponen karbon-nya di tempat lain. Cara ini disebut carbon sequestration (menghilangkan karbon). Kedua, mengurangi produksi gas rumah kaca.

Menghilangkan karbon
Cara yang paling mudah untuk menghilangkan karbon dioksida di udara adalah dengan memelihara pepohonan dan menanam pohon lebih banyak lagi. Pohon, terutama yang muda dan cepat pertumbuhannya, menyerap karbon dioksida yang sangat banyak, memecahnya melalui fotosintesis, dan menyimpan karbon dalam kayunya. Di seluruh dunia, tingkat perambahan hutan telah mencapai level yang mengkhawatirkan. Di banyak area, tanaman yang tumbuh kembali sedikit sekali karena tanah kehilangan kesuburannya ketika diubah untuk kegunaan yang lain, seperti untuk lahan pertanian atau pembangunan rumah tinggal. Langkah untuk mengatasi hal ini adalah dengan penghutanan kembali yang berperan dalam mengurangi semakin bertambahnya gas rumah kaca.

Gas karbon dioksida juga dapat dihilangkan secara langsung. Caranya dengan menyuntikkan (menginjeksikan) gas tersebut ke sumur-sumur minyak untuk mendorong agar minyak bumi keluar ke permukaan (lihat Enhanced Oil Recovery). Injeksi juga bisa dilakukan untuk mengisolasi gas ini di bawah tanah seperti dalam sumur minyak, lapisan batubara atau aquifer. Hal ini telah dilakukan di salah satu anjungan pengeboran lepas pantai Norwegia, dimana karbon dioksida yang terbawa ke permukaan bersama gas alam ditangkap dan diinjeksikan kembali ke aquifer sehingga tidak dapat kembali ke permukaan.
Salah satu sumber penyumbang karbon dioksida adalah pembakaran bahan bakar fosil. Penggunaan bahan bakar fosil mulai meningkat pesat sejak revolusi industri pada abad ke-18. 

Pada saat itu, batubara menjadi sumber energi dominan untuk kemudian digantikan oleh minyak bumi pada pertengahan abad ke-19. Pada abad ke-20, energi gas mulai biasa digunakan di dunia sebagai sumber energi. Perubahan tren penggunaan bahan bakar fosil ini sebenarnya secara tidak langsung telah mengurangi jumlah karbon dioksida yang dilepas ke udara, karena gas melepaskan karbon dioksida lebih sedikit bila dibandingkan dengan minyak apalagi bila dibandingkan dengan batubara. Walaupun demikian, penggunaan energi terbaharui dan energi nuklir lebih mengurangi pelepasan karbon dioksida ke udara. Energi nuklir, walaupun kontroversial karena alasan keselamatan dan limbahnya yang berbahaya, tetapi tidak melepas karbon dioksida sama sekali.

Efek Pemanasan Global Warming Terhadap Tumbuhan dan Pulau-Pulau Kecil
Pemanasan global warming terhadap tumbuhan adalah merupakan ancaman besar bagi masa depan kehidupan semua mahluk hidup. Sebagian besar aktifitas manusia masih turut andil dalam mempercepat proses pemanasan Global Warming. Dampak Global Warming tidak akan terjadi sekarang tapi akan terjadi pada masa anak-cucu kita nantinya, sungguh sangat disayangkan anak cucu kita jika akan menerima akibat dari ulah perbuatan kita sendiri, dampak Global Warming bisa bermacam-macam.

Berikut adalah beberapa dampak dari Global Warming bagi lingkungan kita ke masa yang akan datang.

Dampaknya berupa Iklim akan mulai tidak stabil atau dengan artian lain bisa kita artikan sebagai suasana lingkungan akan sangat berubah sewaktu-waktu, misalnya di kutup utara akan menjadi sangat panas yang membuat gunung-gunung es akan mencair dan menjadi air, hal ini mengakibatkan bertambahnya debit air laut dan secara otomatis akan menenggelamkan pulau-pulau kecil yang ada di muka bumi ini, dan itu merupakan ancaman yang sangat besar bagi penduduk-penduduk yang berdomisili di pulau-pulau kecil.

Selanjutnya yang akan terjadi adalah Suhu Global akan lebih cenderung meningkat, hal ini bisa membuat bumi ini akan menjadi sangat panas, hal ini akan menambah penggunaan AC di rumah-rumah atau di kantor-kantor dimana AC kita ketahui adalah merupakan salah satu penghasil CFC yang merupakan zat yang sangat berbahaya yang bisa meningkat pemanasan Global Warming. Komposisi kimiawi dari atmosfer sedang mengalami perubahan sejalan dengan penambahan gas rumah kaca terutama karbon dioksida, metan dan asam nitrat. Kasiat menyaring panas dari gas tersebut tidak berfungsi. Energi dari matahari memacu cuaca dan iklim bumi serta memanasi permukaan bumi, sebaliknya bumi mengembalikan energi tersebut ke angkasa. Gas rumah kaca pada atomsfer (uap air, karbon dioksida dan gas lainnya) menyaring sejumlah energi yang dipancarkan, menahan panas seperti rumah kaca. Tanpa efek rumah kaca natural ini maka suhu akan lebih rendah dari yang ada sekarang dan kehidupan seperti yang ada sekarang tidak mungkin ada. Jadi gas rumah kaca menyebabkan suhu udara di permukaan bumi menjadi lebih nyaman sekitar 60°F/15°C.

Tetapi permasalahan akan muncul ketika terjadi konsentrai gas rumah kaca pada atmosfer bertambah. Sejak awal revolusi industri, konsentrasi karbon dioksida pada atmosfer bertambah mendekati 30%, konsetrasi metan lebih dari dua kali, konsentrasi asam nitrat bertambah 15%. Penambahan tersebut telah meningkatkan kemampuan menjaring panas pada atmosfer bumi. Mengapa konsentrasi gas rumah kaca bertambah? Para ilmuwan umumnya percaya bahwa pembakaran bahan bakar fosil dan kegiatan manusia lainnya merupakan penyebab utama dari bertambahnya konsentrasi karbon dioksida dan gas rumah kaca. Hal ini otomatis akan sangat berpengaruh pada ketersediaan air bersih, karena suhu menjadi panas maka akan menyebabkan proses dehidrasi, sehingga air menjadi sesuatu yang sangat langka, meskipun air di lautan akan bertambah bayak bukan berarti bersih karena gletser akan mengotori air bersih yang akan dikonsumsi oleh semua mahluk hidup. 

Selanjutnya Kenaikan permukaan laut yang membawa dampak luas bagi manusia; terutama bagi penduduk yang tinggal di dataran rendah, di daerah pantai yang padat penduduk di banyak negara dan di delta-delta sungai. Negara-negara miskin akan dilanda kekeringan dan banjir. Salah satu perkiraan adalah bahwa sekitar tahun 2020 sekitar _ penduduk dunia terancam bahaya kekeringan dan banjir. Negara-negara miskin akan menderita luar biasa akibat perubahan iklim – sebagian karena letak geografisnya dan juga karena kekurangan sumber alam untuk penyesuaian dengan perubahan dan melawan dampaknya.  

Manusia dan spesies lainnya di planet sudah menderita akibat perubahan iklim. Proyeksi ilmiah menunjukkan adanya peluasan dan peningkatan penderitaan, misalnya, tekanan panas, bertambahnya dan berkembangnya serangga yang menyebabkan penyakit tropis baik di utara maupun selatan katulistiwa. Juga adanya rawan pangan yang makin meningkat. Sistem ekologis inilah nantinya yang menyebabkan hewan-hewan perlahan-lahan akan bermigrasi ke daerah yang jauh lebih tinggi/pegunungan atau ke daerah kutup sedangkan sebagian besar tumbuhan dengan perlahan hanya akan tumbuh di daerah yang bersuhu lebih hangat. Ini jelas sangat merugikan semua sektor kehidupan karena tumbuhan adalah satu-satunya penghasil O2. Sungguh disayangkan jika hal ini sampai terjadi, tetapi inilah yang akan terjadi pada masa yang akan datang ketika di era generasi anak-cucu kita, Oleh sebab itu pencegahan secepat mungkin harus segera dilakukan.

Selanjutnya dengan mencairnya gletser-gletser yang ada di seluruh permukaan bumi ini yang tentunya akan mengancam ketersedian air bersih sebagai bahan utama sumber kehidupan.  Dengan bertambahnya volume air laut yang akan menyebabkan pulau-pulau kecil akan lebih terancam keberadaanya,  jika hal ini terjadi manusia adalah makhluk pertama yang disalahkan karena telah gagal menjaga metabolisme yang baik di bumi ini, Salah satu penghasil air bersih adalah Hutan Amazon, dengan terjadinya pemanasan Global Warming akan memicu perubahan iklim di Hutan Amazon yang pada akhirnya Hutan Amazon akan menjadi Gurun Amazon, karena kekeringan yang panjang serta tanah menjadi tandus dan pada akhirnya  tumbuhan perlahan-lahan akan mati.


Akibat pemanasan global di Indonesia (global warming), permukaan laut Indonesia naik 0,8 cm per tahun dan berdampak pada tenggelamnya pulau-pulau nusantara hampir satu meter dalam 15 tahun ke depan. Indonesia sebagai negara kepulauan menjadi pihak yang sangat merasakan dampak pemanasan global ini perlahan tetapi pasti jika tak diatasi sejak sekarang.
Dampak lain dari pemanasan global adalah terjadinya pergeseran iklim dari yang seharusnya Juni 2006 sudah musim kemarau, Kalimantan dan Sumatra malah masih mengalami banjir besar dan bulan September yang seharusnya sudah dimulai musim hujan bergeser mulai November.

Data dampak pemanasan global lainnya misalnya mencairnya glasier di pegunungan Himalaya, meningkatnya frekuensi badai di Kepulauan Pasifik Selatan, pemutihan karang secara massal dan berdampak pada kematian di Great Barrier Reef Australia, berkurangnya persediaan air bersih di sungai Mekong dan lain-lain.
Menurutnya, indikasi pemanasan global lain yang begitu jelas dirasakan misalnya kenaikan suhu yang ekstrem beberapa waktu belakangan ini misalnya suhu di Kalimantan yang biasanya sekitar 35 derajat Celcius naik menjadi 39 derajat Celcius.

Di Sumatera, tambahnya, yang biasanya berkisar pada 33-34 derajat naik menjadi 37 derajat, dan di Jakarta yang biasanya 32-34 naik menjadi 36 derajat Celcius.
Pemanasan global itu akibat meningkatnya kegiatan manusia yang terkait dengan penggunaan bahan bakar fosil, kegiatan melepas emisi (efek rumah kaca) dan menyebabkan tertahannya radiasi matahari dalam atmosfer bumi ditambah lagi dengan penebangan hutan. Demikian Deputi Menteri Lingkungan Hidup bidang Konservasi SDA dan Pengendalian Kerusakan Lingkungan, Masnerliyati Hilman Menjelaskan.

Solusi Pemanasan Global (Global Warming)
Para Klimatologist sedang mempelajari cara untuk mencegah pemanasan global (global warming). Artikel pemanasan global ini menjelaskan dua cara untuk membatasinya adalah sebagai berikut :
membatasi emisi gas CO2 dan penyerapan karbon-karbon baik mencegah karbon dioksida memasuki atmosfer atau penyerapan CO2 sudah ada.

Pembatasan Emisi Gas CO2.
Dua cara yang efektif untuk membatasi emisi gas CO2 adalah menggantikan bahan bakar fosil dengan sumber energi yang tidak menghasilkan CO2, dan menggunakan bahan bakar fosil lebih efisien. Pengertian dari bahan bakar fosil adalah bahan bakar yang diambil dari dalam bumi merupakan hasil pengendapan dan pembentukan dalam waktu berjuta-juta tahun.

Sumber energi alternatif yang tidak menghasilkan CO2 seperti tenaga angin, sinar matahari, energi nuklir, dan gas bumi. Perangkat yang dikenal sebagai turbin angin dapat mengubah energi angin menjadi energi listrik. Sel surya dapat mengkonversi sinar matahari menjadi energi listrik, dan berbagai alat dapat mengkonversi energi matahari menjadi panas yang bermanfaat. Pembangkit listrik tenaga panas bumi mengubah energi gas bumi bawah tanah menjadi energi listrik.

Bila dihitung secara ekonomis pemanfaatan sumber energi alternatif lebih mahal untuk digunakan dibanding dengan bahan bakar fosil. Namun, penelitian terus dilakukan untuk mencari cara yang lebih efisien mengurangi biaya penggunaan energi alternatif tersebut:

Hemat Bahan Bakar_Emisi gas CO2 bisa dikurangi jika mobil dan truk menggunakan bahan bakar lebih efisien. Beberapa ilmuwan dan insinyur yang terus meneliti menciptakan mesin yang bekerja dengan bahan bakar yang lebih efisiensi. Penemu lain yang mengembangkan perangkat untuk menggantikan sistem pembakaran mesin atau menggunakan mesin yang lebih kecil untuk mencegah pemanasan global. Sebuah Mobil dikenal dengan nama "Hibrid" telah memasuki pasaran. Sebuah mobil "Hibrid" memiliki semua komponen dari sebuah mobil baterai yang digerakkan listrik biasanya menggunakan mesin bensin berukuran kecil. Sel Surya merupakan perangkat yang dapat mengubah energi kimia menjadi energi listrik, dan dapat digunakan dalam mobil masa depan.  Demikianlah cara mencegah pemanasan global (global warming) yang dapat dilakukan untuk mengurangi konsentrasi emisi gas CO2 di udara.

Greenpeace Indonesia juga mendesak Pemerintah Indonesia untuk melindungi hutan di Papua. Perlindungan hutan diperlukan untuk menghambat pelepasan polusi hasil industri yang menyebabkan pemanasan global. Juru kampanye hutan Greenpeace, Bustar Maitar, mengatakan hutan Indonesia berperan penting menghambat pelepasan gas-gas yang menyebabkan polusi. Apalagi Indonesia negara ketiga terbesar yang menyumbang pencemaran udara melalui sisa buangan gas industri. Sebagian besar gas itu dihasilkan dari pembukaan lahan dan pembakaran hutan di Sumatera dan Kalimantan.

Greenpeace Indonesia mendukung masyarakat dan Pemerintah Daerah Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat dalam melindungi hutan dan memanfaatkan hutan untuk kesejahteraan masyarakat lokal.





Di Rangkum Dari Berbagai Sumber "Pemanasan Global Warming"